PENGHARGAAN YANG PERNAH DI TERIMA:
1. juara UNY 2005-2010 tingkat yogyakarta dan jawa tengah tingkat SMA-SMK
2.juara I UMUM 2008 tingkat Nasional perguruan popsi bhayu manunggal
3. juara II UMUM 2010 tingkat Nasional perguruan popsi bhayu manungga
Minggu, 29 September 2013
Senin, 09 September 2013
Senin, 02 September 2013
WISUDA DAN TASYAKURAN POPSI BHAYUMANUNGGAL


Anggota
yang diwisuda kenaikan tingkat, setelah melakukan penghormatan khas
padepokan , satu persatu kemudian disiram air kendi sebagai symbol telah
menyatunya jiwa pendekar yang selalu menjaga kedamaian di masyarakat
dan kehormatan padepokan.
Selanjutnya masing-masing diberikan sabuk perguruan sebagai tanda tingkatan yang dicapai.
Selanjutnya masing-masing diberikan sabuk perguruan sebagai tanda tingkatan yang dicapai.
Popsi
Bhayu manunggal memberikan arti pencak silat dalam makna yang lebih
luas dimana selain sebagai olah raga dan beladiri , juga diberikan
penguasaan mental dan spiritual.
Dalam
sambutannya, Pelindung Perguruan Ranting Tempel mengungkapkan , Sarjono
S.pd , keberadaan POPSi Bhayu Manunggal diharapkan dapat memberikan
banyak manfaat kepada masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan dengan
banyaknya anggota yang tersebar di Daerah Istimewa Jogjakarta dan
sekitarnya. Ucapan terimakasih juga diberikan kepada pihak SD Kadirojo
yang telah memberikan tempat sebagai lokasi berlangsungnya acara ini.
Hadir dalam kesempatan tersebut diantaranya dari Bantul dan Kulonprogro,
bukan hanya itu Ketua Dewan Pendekar dan Ketua Perguruan Bhayu
manunggal beserta jajaran pengurus pusat dari padepokan Ambar Ketawang
ikut hadir.
Sementara
itu ketua panitia kegiatan, Agus Widi menjelaskan, Pada kegiatan ini
anggota yang mengikuti wisuda sebanyak 25 orang yang sebagian besar
laki-laki. Adanya acara ini menjadi jaring pengikat yang kuat tali
silaturahmi antar ranting dan cabang Popsi Bhayu Manunggal di Daerah
Istimewa jogjakrta dan sekitarnya.
POPSI
Bhayu Manunggal didirikan oleh Ki Joyo Suwito dengan gelar Pendekar
Dharma Wirya pada tahun 1970. Keberadaan perguruan silat ini harus
bersaing dengan seni beladiri yang datang dari luar dengan berbagai
bentuk organisasi.
Sebagai salah satu media yang ikut mempertahankan budaya local, perguruan silat ini berharap ada dukungan dari pemerintah.
SILATURAHMI POPSI BM MOYUDAN DAN SMK MUH 3 YK
popsi bhayu manunggal yang terkumpul saat pertemuan reuni yang di
laksanakan pada tanggal 2 april 2010.di kediaman bpk hari wismanto atau
pendopo popsi bhayu manunggal bantul yang terletak di daerah moyudan.
kejuaraan
popsi bhayu manunggal moyudan mewakili cabang bantul pada tahun 2008, mendapatkan juara umum,
juara nasional perguruan popsi bhayu manunggal . perguruan popsi bhayu
manunggal cabang bantul di pimpin oleh Bapak. Hari Wismanto
dan juara umum pertandingan pencak silat popsi bhayu manunggal tingkat nasional tahun 2010 yang di adakan pada tanggal 26-27-juni-2010 kemarin yang di adakan di kab.sleman - di deptrans .berjalan sangat meriah.dan juara umumnya yaitu dari daerah KULON PROGO-DIY.piala bergilir.
dan juara umum pertandingan pencak silat popsi bhayu manunggal tingkat nasional tahun 2010 yang di adakan pada tanggal 26-27-juni-2010 kemarin yang di adakan di kab.sleman - di deptrans .berjalan sangat meriah.dan juara umumnya yaitu dari daerah KULON PROGO-DIY.piala bergilir.
PANCA SETIA DAN TRAPSILA PERGURUAN
PANCA SETIA
1. SETIA KEPADA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
2. SETIA KEPADA PERGURUAN
3. SETIA KEPADA GURU
4. SETIA KEPADA ORANG TUA
5. SETIA KEPADA SAUDARA SEPERGURUAN
TRAPSILA PERGURUAN
1. DUDUK PADMA
2. MEDITASI
3. HORMAT PERGURUAN
SEJARAH POPSI BHAYU MANUNGGAL
Tata
gerak, sistim latihan, gaya/style pertarungan yang diterapkan, secara
teknis sangat memenuhi syarat untuk dimiliki dan melengkapi keterampilan
pasukan perang. Murid- muridnya telah pula melatih Pasukan Komando TNI.
Yaitu antara tahun 1968-1970,beberapa orang siswa keluarga perguruan
Bhayu Manunggal melatih Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) TNI AU
Lanud Adisucipto Yogyakarta. Modellatihan ini merupakan awal masuknya
Pencaksilat ke jajaran Pasukan Komando TNI.
Sejak
masa muda, beliau terbiasa bersahabat dan bergaul dekat dengan
tokoh-tokoh persilatan Nusantara dari daerah-daerah Jawa, Madura, Bali
dan Sumatera. Beberapa tokoh tersebut berasal dari antara lain
:JawaBarat – Daerah Banjar, Tasik, Banten, Pandeglang, Jawa Timur –
Pacitan,Ponorogo, Bojonegoro dan Madura, Bali – Klungkung, Sumatra –
Palembang,Pagarruyung (Minang dan Aceh). Juga para tokoh/praktisi seni
beladiri lain dari luar Nusantara, misalnya di lingkungan klenteng Cina
dan perkumpulan kung fu cina (sam bang po – Pathuk Yogyakarta) dan
prajurit bala tentara Jepang. Pergaulan yang luas ini diantaranya
mempengaruhi ciri-ciri ilmu yang diciptakannya di kemudian hari. Adalah
hal biasa pula bagi beliau, menyebarkan ilmu kepada pribadi-pribadi
muda, walaupun bukan muridnya sendiri. Ilmunya menyebar secara tidak
langsung di dalam berbagai aliran perguruan Nusantara dan luar Negeri.
Berdasarkan falsafahnya bahwa beladiri adalah kodrat makhluk hidup.
Manusia
berhak belajar dan mengajar. Hal ini diantaranya yang mendasari sikap
beliau dalam menyebarkan ilmunya. Hal ini pula yang pada suatu masa
membawa beliau berada dan mengasuh salah satu Perguruan Historis IPSI.
Beliau
sempat merintis pendirian laboratorium Pencak silat di Djogyakarta
bersama-sama (alm) Ki Tarjonegoro(PHASADJA),(alm)Ki Poerwowarso (SHO),
(alm)Ki Secodipoero (SHT), (alm) Ki Brototaryo (BIMA),dll.
Pada
masa muda aktifitas perjuangannya melalui badan-badan organisasi
diantaranya sebagai Ketua Badan Intelejen BPRI (Badan Pemberontak
Republik Indonesia)Wilayah Djogjakarta yang didirikan oleh Bung Tomo.
Dan aktif dalam kepengurusan PRN (Partai Rakyat Nasional) mendampingi Mr
Djoedi Gondkoesoma (alm).
Pada
antara tahun 1950 - 1965, ketika situasi politik sedemikian rupa,
nuansanya secara perlahan merasuki perguruan beladiri negeri ini. Rasa
“super” para tokoh perguruan pencak silat masing-masing ingin
ditonjolkan namun kurang didukung dengan kemampuan berorganisasi, lambat
laun hubungan didalam perguruan masing -masing tidak harmonis,
akibatnya banyak perguruan di pulau Jawa yang pecah, khususnya di Yogya.
Perguruan tua pecah menjadi beberapa perguruan.
MBah
Djojo yang menyebarkan ilmu demi lestari dan berkembangnya seni
beladiri bangsa ini, merasa gerah dan geram melihat situasi. Beliau
kemudian menjaga jarak dan melepaskan diri dari lingkungan yang tak
nyaman tersebut. Beliau sangat prihatin mengamati kehidupan generasi
muda yang terkotak-kotak dalam bentuk kelompok-kelompok yang
mencerminkan rapuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Padahal semasa
mudanya semangat dan jiwa bangsa dibangun dengan mengorbankan jiwa raga
para pejuang demi persatuan dan kesatuan bangsa tersebut. Ketika itu
pintu perguruan Bhayu Manunggal tetap terbuka selebar-lebarnya bagi
generasi muda yang berasal dari kelompok atau golongan manapun tanpa
kecuali, dengan tujuan melestarikan tata beladiri sebagai seni budaya
bangsa. Dalam kekecewaan tersebut, Ki Djojosoewito sempat bersikap
dengan membentuk organisasi pencak silat antara lain ;
Pencak Ikhlasing Rasa Persatuan Indonesia (PERPI) – ( bukan
salah satu perguruan historis IPSI hanya sama nama ),
Rasa Manunggaling Timbuling Kasantosan (ROMANTIKA) dengan pengurus
Drs.V.Munandir(alm),Agus Sugeng SH, Prof.Dr.Ir.Joko Prayitno Msc).
Untuk
lebih mempertegas sikap dalam rangka pengembangan organisasi dan atas
desakan beberapa generasi muda siswa keluarga Bhayu Manunggal senior,
yaitu : Ragil Sardjono(alm),Ir.Cahyo Suryono(alm), Agus Sugeng SH, Drs.
Suharto, Mayor Drs. Hery Warso(alm), Drs.V. Munandir (alm) serta Ki
Djojosoewito(alm) sebagai Guru Besar Perguruan maka pada hari Minggu
Kliwon tanggal 26 Juli tahun 1970 Masehi, didirikan Pelopor Pencak Silat
Indonesia disingkat POPSI sebagai wadah organisasi yang bebas dari
nuansa politis, yang merupakan badan
organisasi
dari Perguruan Bhayu Manunggal. Kata “Pelopor” diambil untuk menandai
bahwa organisasi Perguruan Bhayu Manunggal bebas dari lingkungan atau
kelompok yang bernuansa politik.
Saat
itu, pada dekade akhir tahun 60an walaupun suhu politik meningkat dan
situasi ekonomi memburuk dunia pencak silat negeri ini, seperti bangun
dari tidur panjangnya. Pemerintah mulai memperhatikan seni budaya tata
beladiri bangsa ini. Perguruan-perguruan persilatan tua walaupun telah
telah terpecah berbenah diri, perguruan-perguruan muda pecahan dari
berbagai aliran bermunculan, seiring dengan masuknya seni beladiri
import berbagai aliran dari bangsa Asia. IPSI aktif membenahi sistim
organisasinya. Demikian pula Perguruan Bhayu Manunggal. Sejak berdirinya
POPSI, aktifitas organisasi meningkat. Oleh siswa-siswa senior
didirikan cabang-cabang organisasi POPSI diberbagai daerah. Setiap event
yang diselenggarakan IPSI diikuti sebagai wujud kebersamaan.
POPSI Bhayu Manunggal
Antara
tahun 1970-1980. Setelah beberapa tahun berdirinya POPSI sebagai
organisasi, para siswa keluarga Perguruan Bhayu Manunggal yang sudah
lebih dahulu mendirikan organisasi, di inventarisasi, agar supaya kelak
tidak kehilangan sumber ilmu. Berdasarkan kesepakatan organisasi, semua
bersatu dalam satu bendera. Sebagai induk organisasi dibentuk Pengurus
Besar POPSI Bhayu Manunggal. Kepengurusan pertama PB. POPSI Bhayu
Manunggal di motori oleh tiga orang : Ir. Widodo, Drs. Warie Suharyanto,
R. Subur BA.
Sejak saat itu Perguruan Bhayu Manunggal berkembang melalui organisasi
POPSI Bhayu Manunggal. Tidak berbeda dengan perguruan-perguruan Pencak
silat yang lain di Nusantara. POPSI Bhayu Manunggal menyebar kesemua
penjuru tanah air dan manca negara. Pada dekade kedua PB. POPSI Bhayu
Manunggal, jalannya organisasi POPSI Bhayu Manunggal semakin solid, motor
organisasi menjadi empat orang : Ir. Wododo, Drs. Warie Suharyanto, R.
Subur BA dan Ahmad Husein Indrajaya Bsc. Organisasi Perguruan sejak
berdirinya POPSI 1970, aktif mengikuti kegiatan persilatan
nasional/internasional . Beberapa siswa laga, dari beberapa daerah/ negara
selalu mewarnai persilatan nasional dan internasional.
Tercatat
dalam pengembangan organisinya beberapa tempat latihan didirikan dan
kurang dapat dikoordinasikan dengan baik antara lain :
1. Cabang Borobudur (Mas Bakri, mas Dorie)
2. Cabang Nusawungu-Kroya (Mas Imamudin)
3. Cabang Pati (Mas Bowo)
4. Cabang Wonosari – Dep. Transmigrasi, Kepek)
5. Cabang Babarsari (Mas Djoko Santosa – UPN)
6. Cabang Nanggulan, Sentolo (Mas Ngakoid)
7. Cabang Kauman Yogyakarta (Mas Kofa)
8. Cabang Brito Yogyakarta (Mas Yatno)
9. Cabang Bekasi (Mas Daryanto)
10. Cabang Tangerang (Mas Ichsan)
Beberapa cabang yang dengan baik masih berdiri sampai sekarang antara lain,
1. Cabang Sleman, tersebar di banyak ranting
2. Cabang Bendungan,Brosot - Kulonprogo
3. Cabang Sleman, Padepokan Gamping
Sesuai
dengan falsafahnya, bahwa beladiri adalah kodrat makhluk hidup. Maka
demikian pula penyebaran ilmu Bhayu Manunggal berlangsung alamiah,
melalui para pribadi yang pernah berguru secara pribadi langsung kepada
Ki Djojosoewito sejak Perguruan Bhayu Manunggal berdiri maupun melalui
siswa-siswa senior setelah dibentuknya badan organisasi POPSI yang
kemudian menjadi POPSI Bhayu Manunggal. Hingga kini masih banyak
pribadi-pribadi yang memiliki ilmu Bhayu Manunggal belum terjangkau oleh
komunikasi Keluarga Besar Bhayu Manunggal baik di tanah air maupun di
luar negeri. Sangat disayangkan apabila suatu saat kelak ilmu Bhayu
Manunggal sebagai asset peradaban manusia yang diciptakan oleh mendiang
Ki Djojosoewito larut oleh zaman, lenyap tak berbekas. Sebagai penutup
dari sejarah perguruan ini, untuk pengeling-eling weling Sang Guru Besar
bahwa Perguruan Bhayu Manunggal bersandar dan berlindung kepada Tuhan
yang Maha Kuasa bersifat kekeluargaan dengan organisasi Pelopor Pencak
Silat Indonesia (POPSI) yang tidak bernaung di dalam organisasi atau
partai politik manapun. Weling yang wajib direnungi setiap insan Bhayu
Manunggal, dalam melestarikan tinggalane sang Guru.
Pada
bulan September hari Minggu Legi tahun 2001 Masehi, Ki Djojosoewito
alias Pandita Dharmowiryo, Guru Besar Perguruan / Pencipta Ilmu Bhayu
Manunggal tutup usia setelah sakit sepuh beberapa waktu. Meninggalkan
ilmu Bhayu Manunggal pada para muridnya yang tersebar dipersada
Nusantara ini dan luar Nusantara, dimana sebagian besar para murid
tersebut belum berkomunikasi bahkan diantaranya belum saling mengenal.
Sepeninggal beliau adalah merupakan kewajiban para murid tersebut untuk
memelihara, melestarikan ilmu yang dimiliki masing – masing sebagai
khasanah budaya bangsa yang diharapkan kemudian dapat diserahkan pada
generasi berikut dari bangsa ini.
Langganan:
Postingan (Atom)